Jumat, 21 Oktober 2011

Skripsi Jurusan Bahasa Jawa

BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pengorbanan adalah bentukan dari kata dasar “korban” mendapat imbuhan pe-an dan mengalami proses pelesapan (nasalisasi). Pengorbanan dapat diformulasikan sebagai pe + (N)korban + an, sedangkan kata “korban” berarti sesuatu (orang, binatang, dsb) yang menjadi penderita karena dikenai perbuatan atau kejadian. Sedangkan “pengorbanan” merupakan proses, cara dan perbuatan mengorbankan (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia S, 2003: 487). Seseorang dalam berkorban tidak pernah memikirkan untuk mendapat balasan berupa jasa, kedudukan, pangkat, serta harta benda (Pius et al, 1996:1). Berdasar uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengorbanan mempunyai arti cara setiap orang yang rela berkorban dan tidak pernah terlintas dalam pikirannya untuk mendapat balasan dari apa yang telah mereka berikan baik tenaga, pikiran, harta, dan bahkan nyawa, semuanya diserahkan demi untuk mencapai keinginan dan harapan serta cita-cita.
Nilai pengorbanan tampak dalam pepatah Jawa “Jer Basuki Mawa Beya”, bahwa segala sesuatu yang diharapkan harus dicapai dengan usaha keras dan membutuhkan pengorbanan yang tidak sedikit (beya). Dalam konteks proses kemerdekaan Indonesia, pengorbanan menjadi spirit pemersatu bangsa, yaitu peran serta dari seluruh lapisan rakyat Indonesia yang bergerak secara serentak merebut kemerdekaan Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke.
Pengorbanan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipaksakan dalam menjalaninya. Nilai-nilai dalam pengorbanan diawali dengan semangat yang tumbuh dari dasar hati untuk sesuatu yang dicita-citakan. Perasaan mencintai menjadi dasar semangat pengorbanan bagi rakyat Indonesia yang berjuang demi tetap dapat menjaga kemerdekaan Indonesia yang diproklamasikan (Muhammad Gade Ismail et al,1994:1). Pengorbanan rakyat Indonesia direalisasikan dengan perjuangan melawan penjajah dan para pemberontak yang ingin menggulingkan pemerintahan Indonesia. Perjuangan untuk menegakkan kemerdekaan itu dilakukan melalui proses yang cukup panjang, baik secara fisik maupun pikiran, serta menuntut pengorbanan harta dan nyawa (Pius et al, 1996: 1).
Berdasar dari uraian di atas, maka aspek pengorbanan yang dimiliki oleh para pahlawan terutama dalam hasil karya sastra menarik untuk diteliti. Aspek pengorbanan dalam karya sastra dapat diketahui dan dilacak melalui penggambaran-penggambaran pengarang sebagai penulis cerita. Aspek pengorbanan sering digunakan pengarang Jawa dalam menghasilkan karyakaryanya,
sebagai contoh novel (Tim Peneliti Balai Bahasa Yogyakarta, 2001:273).. Novel berbahasa Jawa sebagian besar terdapat aspek pengorbanan di dalamnya meskipun dengan tema yang beragam. Aspek pengorbanan yang ada di dalam novel Jawa contohnya Nalika Prau Gonjing karya Ardini Pangastuti (1993) dengan tema umum pengorbanan sikap hidup demi keutuhan rumah tangga yang telah diteliti oleh Nurul Chamidah dengan kajian psikologi sastra, Sintru, Oh Sintru karya Suryadi WS (1993) yang bertema umum pemberontakan wanita terhadap ketamakan laki-laki hasil penelitian Christantio dengan kajian sosiologi sastra, dan Kerajut Benang Ireng karya Harwimuka (1993) dengan tema umum pencarian jati diri yang dikaji secara sosiologi sastra oleh Sri Harnoko.
Selain novel, dalam cerkak juga terdapat aspek pengorbanan misalnya cerkak karya Esmiet dengan judul Anak Lanang, Buke Pakdhe Hadi, dan Langit November (Wahyu Nugroho,1999:4) juga dalam puisi yang berbentuk sebuah poster karya Cak Ganda:
Awan boeboer, bengi soesoe “Siang bubur, malam susu
Sega goreng iwak ati Nasi goreng ikan hati
Awan bertempur, bengi menyerbu Siang bertempur, malam menyerbu
Semangat banteng, berani mati Semangat banteng, berani mati
Ndoek tengah iwak modjair Telur tengah ikan mujair
Mbesuk mati saiki mati Besuk mati sekarang mati
Asal membela tanah air”                                            Asal membela tanah air” (Tashadi,
Darto Harnoko, Suratmin, 1999: 3). Aspek pengorbanan dalam novel, cerkak maupun puisi mempunyai bentuk atau cara masing-masing sesuai dengan setting dalam cerita, misalnya pengorbanan cinta terletak dalam setting remaja atau rumah tangga yang dipenuhi dengan percintaan, pengorbanan para pahlawan bersetting dalam peperangan, pengorbanan hak dalam setting emansipasi. Dilihat dari contoh-contoh diatas terlihat bahwa aspek pengorbanan sangat diminati oleh para pengarang Jawa untuk melahirkan karya-karyanya. Terkait hal tersebut maka
diambil tiga judul novel berbahasa Jawa karya Any Asmara yang bertema sama yaitu pengorbanan memperjuangkan kemerdekaan.
Ketiga novel yang dijadikan bahan penelitian ini masing-masing berjudul: Macan Tutul, Rante Mas, dan Tilas Buwangan Nusa Kambangan (selanjutnya disingkat TBNK). Ketiga novel ini menggambarkan tentang pengorbanan seorang pahlawan demi mewujudkan kemerdekaan bagi bangsanya.
Novel Macan Tutul menggambarkan kesungguhan seorang pemuda dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda serta kesungguhannya dalam mempelajari sebuah ilmu “malihraga” menjadi seekor harimau. Dimana ilmu tersebut digunakan untuk membunuh para serdadu Belanda dan untuk mengungkap pengkhianatan di dalam gerombolan macan tutulnya.
Tokoh utama dari novel ini adalah Sardulo yang dengan gigih memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Sardulo mempunyai sifat dan sikap sebagai seorang pejuang sejati sampai dia rela mengorbankan dirinya berubah menjadi seekor harimau dengan tujuan untuk mempermudah jalannya melawan penjajah Belanda sampai akhirnya Sardulo mati tertembak oleh Belanda.
Novel Rante Mas juga menceritakan tentang sikap kepahlawanan dari seorang pemuda dalam melawan penjajahan Belanda. Ahmad, tokoh utama dalam novel Rante Mas mempunyai keberanian yang lebih diantara pejuang lainnya serta pemikirannya yang cerdas membuatnya sebagai komandan markas gerilya TP. Ahmad termasuk orang yang setia kawan namun apabila dalam markasnya terdapat pengkhianat walaupun itu adalah kekasihnya sendiri dia akan
menghakimi pengkhianat tersebut.
Tema yang sama terdapat dalam novel TBNK yaitu tentang perjuangan seorang pemuda dalam mempertahankan kemerdekaan. Sedikit berbeda dengan kedua novel sebelumnya yang melawan penjajahan Belanda, dalam novel TBNK mempertahankan kemerdekaan dari para pemberontak yang ingin menggulingkan negara Indonesia yang baru seperempat abad merasakan kemerdekaan. Basuki seorang yang dengan berani dan tidak mengenal kata menyerah, di masa sekolah dia ikut terlibat perang melawan penjajah Belanda saat dia menjadi anggota TP.
Pada saat Basuki menjadi anggota TNI dengan sifat kepahlawanannya serta kewajibannya sebagai anggota TNI menjaga negara dari siapapun yang ingin menghancurkannya, hingga saat penglihatannya hilang karena penyiksaan dari para pemberontak. Meskipun Basuki tidak dapat melihat lagi dan dipensiunkan dari keanggotaannya, Basuki tidak mau hanya berpangku tangan. Basuki mencari keahlian lain dalam kebutaannya. Aspek pengorbanan dalam ketiga novel tersebut dibangun dengan ketajaman “insting” Any Asmara melihat permasalahan sosial
yang tengah terjadi dalam masyarakat.
Pengarang sebagai bagian dari masyarakat, dapat secara langsung merasakan permasalahan sosial sosial yang tengah terjadi dalam masyarakat dan dengan keahlian menulisnya, pengarang dapat menerjemahkan konflik sosial itu menurut apa yang pengarang lihat, dengar, dan rasakan. Kemudian lewat perenungan atau kontemplasi, pengarang membuat karya sastra sebagai hiburan
bagi masyarakat sekaligus membuat pertanyaan dan jawaban atas munculnya konflik tersebut (Wahyu, 1999:17). Jadi, apa yang ditulis pengarang merupakan respon sosial dalam lingkungan hidup pengarang.
Pengarang Any Asmara merupakan pengarang yang terkenal dan sudah lama menekuni dunia kepenulisan sehingga sudah banyak karya yang dihasilkan, baik berupa cerkak, cerita bersambung maupun novel. Novel karyanya yang telah dihasilkan berjumlah kurang lebih 90 buah dengan rincian masa orde lama sebanyak 70 buah dan masa orde baru sebanyak 20 buah.
Any Asmara, pengarang ini giat sekali menulis cerita sejak jaman majalah kejawen (sebelum PD II) dan mencapai puncak ketenarannya di sekitar tahun 1965. Any Asmara menggunakan bahasa Jawa yang sederhana, yang mudah dipahami oleh masyarakat luas. Karyanya tersebar dimana-mana; sampai di desa terpencil orang mengenal namanya (Suparto Brata, 1981:57).
Any Asmara justru melejit dengan karya-karyanya tentang remaja dan cinta asmara ketika sastra Jawa kekurangan pengarang novel pada tahun 50-60an, tetapi dengan melejitnya karya-karyanya pada tahun tersebut memberinyapredikat “raja roman picisan” yang tidak bisa dielakkan Any Asmara (Linus, 1995:55). Meskipun disebut “picisan” namun novel Any Asmara ceritanya dikenal orang, tokoh-tokohnya jadi idaman dan pujaan remaja, nasihat-nasihatnya ditiru para orang tua untuk anak mereka, dan gaya tulisannya dianut juga oleh calon-calon pengarang (Suparto Brata, 1981:57). Sosok Any Asmara sangat ditokohkan oleh sesama pengarang sastra Jawa modern (Linus, 1995:55).
Berdasar uraian di atas, maka ketiga novel karya Any Asmara yang diambil sebagai bahan kajian penelitian ini menarik untuk dianalisis. Alasan lain pengambilan bahan kajian penelitian ini adalah ketiga novel yang dipilih belum pernah diteliti. Penelitian sebelumnya yang juga mengambil ketiga novel karya Any Asmara yang berjudul Anteping Wanita, Ida Ayu Maruti Prawan Bali, dan Singolodra yang lebih mengedepankan masalah citra wanita meskipun didalamnya juga terdapat aspek pengorbanan sehingga penelitian ini melengkapi dan memperkaya khasanah penelitian novel karya Any Asmara yang sudah ada.
Penelitian ini dikaji melalui pendekatan struktur naratif dan semiotik, dengan struktur naratif dapat dideskripsikan tentang unsur-unsur pembangun struktur naratif yaitu story (cerita) dan discourse (penceritaan) (Chatman, 1980:20) serta keterkaitan fungsi antar kedua unsur tersebut dalam membangun struktur naratif cerita ketiga novel, serta mendeskripsikan bentuk pengorbanan tokoh-tokoh utama dalam ketiga novel tersebut melalui pendekatan semiotik.
Bertolak dari penjelasan di atas maka penelitian ini diberi judul “Aspek Pengorbanan dalam Tiga Novel Berbahasa Jawa Karya Any Asmara (Sebuah Pendekatan Struktural Naratif dan Semiotik)”.
B.Pembatasan Masalah
Sastra Jawa Modern banyak mereferensi kehidupan sehari-hari beserta segala permasalahan sosial sebagai tema dasar. Sebagai suatu gejala kemasyarakatan yang merefleksi kehidupan, sastra menyediakan suatu wadah bagi pengarang untuk menyalurkan konsep refleksi atas segala permasalahan, anganangan dan cita-cita. Jadi jelaslah disini betapa banyak gambaran dan gejolak
kehidupan terekam dalam karya-karya sastra.
Demikian pula pengangkatan aspek pengorbanan sebagai tema dalam kesusastraan Jawa. Berbagai konsep, angan-angan, persoalan tentang aspek pengorbanan yang diangkat menjadi tema utama dalam karya sastra modern kesusatraan Jawa menjadi penting pula untuk diteliti.
Berkenaan dengan tema tersebut dan untuk memperoleh hasil penelitian yang tidak membias, tertuju pada konteks yang menjadi tujuan dasar maka penelitian ini membatasi pada aspek pengorbanan yang terilustrasi dalam ketiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara yang berjudul Macan Tutul, Rante Mas, dan TBNK.
Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi pada aspek pengorbanan khususnya pengorbanan seorang pahlawan dalam melawan penjajah serta para pemberontak yang ingin merebut Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penelitian ini juga akan menjelaskan masalah struktur naratif yang membangun ketiga novel yang menjadi bahan penelitian ini serta keterkaitan antarunsur. Selain itu akan diungkap bagaimana sistem tanda yang dipakai oleh Any Asmara untuk mengungkapkan aspek pengorbanan dalam ketiga karyanya yang dipakai sebagai bahan penelitian ini.
C.Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1. Bagaimanakah struktur naratif yang membangun ketiga novel bahasa Jawa karya Any Asmara tersebut?
Masalah ini akan membahas secara komprehensif tentang unsur naratif yaitu story (cerita) dan discourse (penceritaan) dan keterkaitan antar fungsi kedua unsur naratif tersebut dalam membangun ketiga novel.
2. Bagaimanakah bentuk pengorbanan tokoh-tokoh utama yang rela berkorban dalam ketiga novel tersebut?
3. Bagaimanakah sistem tanda yang dibangun oleh Any Asmara untuk mengungkap aspek pengorbanan dalam ketiga karyanya?
D.Tujuan Penelitian
Tujuan adalah sesuatu yang hendak dicapai (Siti Chamamah, 2001: 25).
Pada dasarnya tujuan masalah adalah mencari jawaban atas permasalahan yang diajukan. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan struktur naratif yang membangun ketiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara.
2. Mendeskripsikan bentuk pengorbanan tokoh-tokoh utama dalam ketiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara.
3. Mendeskripsikan sistem tanda yang dibangun oleh Any Asmara untuk mengungkap aspek pengorbanan dalam ketiga karyanya.
E.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis.
1. Secara Teoretis
Penelitian ini menggunakan kajian teori struktur naratif, teori semiotik, dan teori-teori pendukung lainnya. Maka, secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil mengenai unsur naratif dan semiotik sehingga dapat menambah khasanah penelitian sastra pada umumnya.
2. Secara Praktis
Secara praktis hasil-hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai data dasar bagi peneliti lainnya yang sejenis dalam usahanya untuk memperkaya studi sastra, khususnya mengenai pendekatan struktur naratif dan semiotik. Selain itu, penelitian ini menghasilkan gambaran-gambaran tentang pengorbanan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan, sehingga sangat bermanfaat bagi usaha apresiasi di bidang sastra.
F.Sistematika Penulisan
Agar penelitian ini menurut pola penelitian ilmiah, maka penulisan ini perlu dibuat sistematis dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I berisi tentang pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakangmasalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II berisi tentang kajian teori yang didalamnya membicarakan tentang pengertian novel, teori struktur naratif, teori semiotik, dan pengertian pengorbanan.
BAB III berisi tentang metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, sumber data dan data, tehnik pengumpulan data, populasi dan sample, dan tehnik analisis data.
BAB IV berisi pembahasan yang menguraikan mengenai struktur naratif yang membangun ketiga novel tersebut, peran para tokoh utama dalam ketiga novel tersebut, dan sistem tanda yang terdapat dalam ketiga novel tersebut.
BAB V berisi kesimpulan yang merupakan jawaban atas hasil analisis antara lain berupa kesimpulan, saran, dan daftar pustaka.
BAB II
KAJIAN TEORI
Adanya landasan teori dalam suatu penelitian akan lebih membantu peneliti dalam menganalisis permasalahan yang ada di dalam penelitian tersebut. Mengingat hal tersebut maka dalam suatu penelitian sebaiknya berpegang pada suatu paham atau teori tertentu, sehingga arah atau tujuan dari penelitian tersebut akan lebih jelas dan mudah untuk dikaji kembali.
A.Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa Itali novella (dalam bahasa Jerman novelle) inilah sebutan yang masuk ke Indonesia. Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa (Abrams dalam Burhan Nurgiantoro, 1995:9). Dalam perkembangannya novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Istilah novella dan
novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia “novelet”, yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek (Burhan Nurgiantoro, 1995:9).
Istilah fiksi dalam pengertian ini berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Dewasa ini penyebutan untuk karya fiksi lebih ditujukan terhadap karya yang berbentuk naratif karena karya naratif isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah (Abrams dalam Burhan Nurgiantoro, 1995: 2). Dengan demikian karya fiksi dapat berarti suatu karya yang menceritakan sesuatu bersifat rekaan, khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga ia
tak perlu dicari kebenarannya pada dunia nyata (Burhan Nurgiantoro,1995: 2).
Sebuah novel dikuasai oleh sistem dalam dirinya sendiri, yang sekaligus merupakan strukturnya, sehingga ia akan merupakan suatu kesatuan. Setiap unsure di dalamnya terikat secara struktur kepada unsur-unsur lain untuk membentuk suatu jaringan struktur (Umar Junus, 1985: 8). Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja, juga bersifat imajiner (Burhan Nurgiantoro, 1995: 4). Membaca sebuah novel, untuk sebagian (besar) orang hanya ingin menikmati cerita yang disuguhkan. Mereka hanya akan mendapat kesan secara umum dan samar tentang plot dan bagian cerita tertentu yang menarik (Burhan Nurgiantoro,1995:11).
B.Teori Struktur Naratif
Teori struktural adalah suatu disiplin yang memandang karya sastra sebagai suatu struktur yang terdiri atas beberapa unsur yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya (Sangidu, 2004: 16). Analisis structural bertujuan membongkar dan memaparkan dengan cermat keterikatan semua anasir karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.
Suatu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di
dalam dirinya sendiri sendiri karya sastra merupakan suatu struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat dengan unsur-unsur pembangunnya yang saling berjalinan (Siti Chamamah, 2001: 54-55).
Pendekatan struktural berusaha untuk objektif dan analisis bertujuan untuk melihat karya sastra sebagai sebuah sistem, dan nilai yang diberikan kepada sistem itu amat tergantung kepada nilai komponen-komponen yang ikut terlibat di dalamnya (Atar Semi, 1993: 68). Metode analisis struktural karya sastra bertujuan membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semendetil, dan semendalam mungkin keterikatan dan keterjalinan semua unsur karya sastra yang secara bersamasama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw dalam Sangidu, 2004: 17).
Analisis struktural tak cukup hanya dilakukan sekedar mendata unsure tertentu sebuah karya fiksi, misalnya peristiwa, plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsure pembangun itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai (Burhan Nurgiantoro, 1995: 37).
Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan. Setelah itu dijelaskan bagaimana fungsi masing-masing unsur dalam menunjang makna keseluruhannya dan bagaimana hubungan antarunsur tersebut secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu.
Teori naratif merupakan salah satu bentuk pendekatan objektif karena teori ini mendasarkan kerjanya pada bentuk naratif itu sendiri. Pendekatan objektif mempunyai prinsip untuk mengisolasikan karya seni dari semua referensi di luarnya. Pendekatan ini beranggapan bahwa karya seni sudah mencukupi dirinya sendiri yang terisi oleh bagian-bagiannya dengan hubungan internal (Abrams dalam Bani, 2002: 23).
Teori naratif merupakan salah satu bentuk teori struktural. Sebagai suatu struktur, naratif mempunyai unsur-unsur pembangun yang terdiri atas unsur-unsur tertentu. Secara garis besar unsur-unsur pembangun naratif adalah story dan discourse (Chatman,1980: 20). Naratif mempunyai tiga tingkat hirarkis, yaitu tingkat fungsi, aksi, dan penyajian cerita. Unit-unit dalam tingkat fungsi terbagi menjadi dua kelas, yaitu kelas distribusional (peristiwa) dan kelas integrasional (tokoh) (Barthes, 1977:92). Unit-unit fungsi tersebut kemudian terintregasi menjadi cerita pada tingkat aksi. Aksi tersebut tersusun dalam percampuran antara hubungan perurutan dan hubungan sebab akibat secara temporal dan logis.
Hubungan perurutan membentuk urutan kronologis sementara hubungan sebab akibat membentuk urutan logis (Zaimar, 1991:35). Urutan tersebut didapat dari suatu analisis. Karena itu, untuk kepentingan analisis, naratif dibagi dalam segmen-segmen yang didasarkan pada unit-unit fungsi. Naratif mempunyai fungsi komunikasi yang dicapai pada tingkat penyajian cerita. Pada tingkat penyajian cerita, unit-unit naratif mencapai integritas. Tingkat penyajian cerita adalah tingkat terakhir yang diperoleh dalam analisis naratif (Bani, 2002:25). Karena analisis naratif hanya terhenti sampai tingkat penyajian cerita, maka analisis dikembangkan dengan pendekatan semotik.
C.Pendekatan Semiotik
Semiotik adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya: cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya (Zoest dalam Bani, 2002: 26). Karena salah satu tujuan kajian ini ialah mengungkap peran tokoh utama dalam tiga novel karya Any Asmara, maka dasar teori semiotik
dipilih sebagai model pendekatannya.
Sebagai tanda, karya sastra merupakan dunia dalam kata yang dapat dipandang sebagai sarana komunikasi antara pembaca dan pengarangnya. Karya sastra bukan merupakan sarana komunikasi biasa. Oleh karena itulah, karya sastra dapat dipandang sebagai gejala semiotik (Teeuw, 1984: 43). Kajian tentang tanda dan makna sebenarnya bukan hal baru, tetapi biasanya dalam hubungannya dengan pembicaraan mengenai bahasa atau psikologi. Belum ada usaha untuk membawa kajian tentang tanda dan jenis-jenisnya, baik yang bersifat kebahasaan maupun tidak, sebagai pusat kajian. Menurut Culler (Bani, 2002: 26) baru pada awal abad ke-19, tanda secara menyeluruh dijadikan objek kajian oleh dua orang di tempat yang berbeda. Mereka adalah Charles Sander Peirce, seorang filsuf Amerika dan Ferdinand de Saussure, seorang linguis Swiss.
Teori Saussure memandang bahwa bahasa merupakan sebuah system tanda, dan sebagai suatu tanda bahasa bersifat mewakili sesuatu yang lain yang disebut makna (Burhan Nurgiyantoro, 1995: 39). Sebagai peletak dasar teori semiotik, Saussure mempergunakan istilah semiologi dan Pierce mempergunakan istilah ‘semiotic’. Sama seperti teori Saussure, teori Pierce juga mengatakan bahwa sesuatu itu dapat disebut sebagai tanda jika ia mewakili sesuatu yang lain
(Burhan Nurgiyantoro, 1995: 41). Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, gagasan, dll (Burhan Nurgiantoro, 1995: 40).
Karya sastra memang merupakan suatu sistem tanda yang khas. Tanda atau kode dalam sastra dapat disebut estetis yang secara potensial diberikan diberikan dalam suatu komunikasi. Kode yang bersifat tanda itu mempunyai banyak interpretasi. Setiap pembaca sastra mesti menyadari jika berhadapan dengan sebuah teks berati teks itu memiliki sifat yang berbeda dengan teks lain
(Yunus, 1985:76). Dalam melihat karya sastra memiliki sistem sendiri, semiotic tidak terbatas pada sosok karya tersebut tetapi juga menghubungkannya dengan sistem yang berada diluarnya. Sistem yang berada diluar karya sastra adalah semua dimensi, data, fenomena yang mereaksi bagi kelahiran karya sastra tersebut (Pradopo, 1995b). Berarti, semiotik tidak dapat melihat karya sastra hanya sebagai objek materi seni tetapi juga melihatnya dalam perspektif yang lebih luas, yaitu kehidupan manusia, tata nilai, lembaga kemasyarakatan, dan adat istiadat. Di pihak lain tanda-tanda atau kode-kode sekecil apapun yang terdapat dalam karya sastra penting diperhatikan karena ikut membentuk sistem dan keseluruhan karya tersebut.
Karya sastra mempunyai dua lapis makna, maka perebutan makna karya sastra harus melalui dua tahap. Dua tahap perebutan makna tersebut adalah:
a) pemahaman heuristic. Pemahaman ini merupakan pemahaman tingkat pertama untuk mendapatkan arti kebahasaan;
b) pemahaman retroaktif/ hermeneutic. Pemahaman ini berlangsung selama proses pemahaman teks. Pembaca telah mengingat hal yang telah dibacanya dan selama proses baca tersebut terjadi modifikasi pemahaman berdasarkan kode-kode yang telah dikuasainya. Proses ini merupakan proses maju mundur dan mengalami peninjauan kembali, revisi, pembandingan sampai akhirnya
ditemukan makna (arti sastra) (Riffaterre,1978: 5-6, Pradopo, 2000: 269-270).
Penelitian ini akan mengarahkan diri pada sistem produksi tanda yang dipilih oleh kreator untuk menggambarkan pikiran-pikiran dalam hal ini mengenai aspek pengorbanan. Cara menangkap satuan tanda yang menggambarkan dunia kreator akan dilakukan melalui dua proses pembacaan.
Pertama, adalah pembacaan heuristik yang mengandalkan hasil pembacaan linear, digunakan
untuk menangkap struktur kebahasaan dan struktur kalimat puisi disesuaikan dengan kalimat baku, sedang pada novel adalah pembacaan struktur tata bahasa cerita, yaitu pembacaan awal sampai akhir guna menangkap parafrase. Pembacaan ini juga bersifat memberi penerangan segmen-segmen isi karya sastra secara kronologis. Selanjutnya, dilakukan pembacaan tahap kedua yakni menempatkan bahasa sebagai sistem tanda pada tataran semiotik dan memusatkan perhatian pembaca pada aspek pengorbanan. Cara ini ditempuh untuk menangkap satuan
bermakna yang berupa tanda-tanda verbal dan non verbal yang tersebar dalam jalinan isi karya sastra (Zoest, 1990). Pada tataran pembacaan ini seluruh persepsi tentang aspek pengorbanan seorang pahlawan berperan sebagai penentu satuan tanda-tanda bermakna. Sistem pembacaan ini dikenal dengan istilah pembacaan retroaktif , atau pembacaan hermeneutik, oleh Rifaterre pembacaan ini disebut ketaklangsungan ekspresi yang merupakan konvensi sastra pada umumnya. Karya sastra itu merupakan ekspresi yang tidak langsung, yang menyatakan pikiran
pikiran atau gagasan secara tidak langsung, dengan cara lain. Gagasan dan pikiran para pengarang terbentuk dari proses dialektika sosial budaya masyarakat yang melatarbelakanginya dan pada gilirannya terekspresi pada karya sastra yang dihasilkannya dengan bentuk sistem tanda/kode (Pradopo, 1995:45; Teeuw, 1986).
D.Pengertian Pengorbanan
Seseorang dalam berkorban tidak pernah memikirkan untuk mendapat balasan berupa jasa, kedudukan, pangkat, serta harta benda (Pius et al, 1996: 1). Pengorbanan merupakan proses, cara, dan perbuatan mengorbankan (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia S, 2003: 487). Pengorbanan yang asli dan murni biasanya terdapat dalam sebuah peperangan. Sikap demikian terjelas pada waktu suatu bangsa merasa terancam oleh bangsa lain, sehingga kesediaan berkorban menjadi
nilai umum (Astrid, 1983: 112).
Mengenai kesediaan pengorbanan yang asli dan perbedaannya dengan yang tidak asli, sebagai contoh terbesar untuk yang tidak asli dapat disebut “pengorbanan untuk ideologi” yang di negara-negara totaliter dipaksakan untuk anggota-anggotanya dan anggota masyarakatnya adalah lesu (Astrid, 1983: 112-113). Sikap rela berkorban untuk menjadi korban, menyatakan kebaktian serta kesetiaan merupakan arti dari berkorban (Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia S, 2003: 487).
Aspek pengorbanan dalam penelitian ini dilihat dari pengorbanan tokoh utama yang semuanya adalah sosok lelaki. Kesetiaan dan pengorbanan sosok lelaki itu sangat berarti untuk meredam konflik sosial, serta berpotensi untuk menciptakan suatu komunitas yang harmonis dan selaras (Esmiet dalam Wahyu Nugroho, 1999: 83). Sosok lelaki memiliki tugas dan tanggung jawab besar dan berat didalam hidupnya. Oleh tugas dan tanggung jawab tersebut, kesetiaan dan pengorbanan sangat berperan dalam menentukan tindakannya serta sikap-sikap hidupnya (Wahyu Nugroho, 1999: 93).
Pengorbanan dalam penelitian ini mempunyai pengertian sosok lelaki sebagai tokoh utama dalam ketiga novel tersebut dengan rasa tanggung jawab memiliki cara rela berkorban dan tidak pernah terlintas sedikitpun dalam benaknya untuk mendapat balasan dan apa yang telah mereka berikan baik tenaga, pikiran, harta dan bahkan nyawa semuanya diserahkan demi untuk menegakkan kemerdekaan bangsanya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian semacam ini sifatnya alamiah dan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertullis atau lisan dari orang-orang, perilaku, atau data-data lainnya yang dapat diamati oleh peneliti (Sangidu, 2004: 7).
Penelitian kualitatif yang diutamakan bukan kuantifikasi berdasarkan angka-angka, tetapi yang diutamakan adalah kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris (Atar Semi, 1993: 9).
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh novel berbahasa Jawa karya Any Asmara. Sampelnya adalah tiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara yang berjudul novel Matjan Tutul, Rante Mas, dan TBNK. Ketiga novel tersebut dipandang memiliki tema yang berhubungan erat dengan aspek pengorbanan. Aspek pengorbanan dalam ketiga novel tersebut berkisar tentang pengorbanan para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
C. Sumber Data dan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah tiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara dengan judul sebagai berikut.
1. Macan Tutul diterbitkan CV. Habijasa Yogyakarta terdiri dari 39 halaman dan terbagi menjadi enam bab.
2. Rante Mas diterbitkan PT. Jaker Yogyakarta terdiri dari 72 halaman dan terbagi menjadi lima bab.
3. Novel TBNK diterbitkan Toko Buku KS Sala terdiri dari 69 halaman dan terbagi menjadi lima bab.
Data dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer berupa teks cerita yaitu struktur cerita yang dibangun oleh unsur-unsur story (cerita) dan discourse (penceritaan) serta beberapa aspek pengorbanan yang nantinya dapat menggambarkan bentuk pengorbanan para pahlawan dalam perjuangan mempertahankan Indonesia dalam ketiga novel karya Any Asmara.
Data sekunder atau data pendukungnya berupa penelitian-penelitian sejenis, jurnal dan buku teks yang terkait dengan penelitian ini.
D.Tehnik Pengumpulan Data
1.Teknik Library Research
Pengumpulan data yang cermat memungkinkan tercapainya pemecahan masalah secara cermat pula. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode library research atau studi pustaka. Library research bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah, catatan sejarah, dokumen, dll (Kartini Kartono, 1990: 33). Adapun cara
kerjanya adalah dengan membaca dan memahami ketiga novel berbahasa Jawa karya Any Asmara secara berulang-ulang.
2.Teknik Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancara (interviewee) (Lexy J. Moleong, 2002:135). Wawancara ini menggunakan teknik wawancara terstruktur dimana pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan (Lexy J. Moleong, 2002:138). Wawancara ini dilakukan demi memperkuat data yang bersifat aktual dan kekinian. Informan dalam wawancara ini adalah dua orang Legiun Veteran.
D.Tehnik Analisis Data
Tahap Pengumpulan Data
Tahapan ini dimulai dengan membaca ketiga novel karya Any Asmara yang berjudul Matjan Tutul, Rante Mas, dan TBNK secara teliti. Pengumpula data primer dan data pendukung dilakukan setelah membaca dengan mencatat semua data yang ada, sedangkan pengumpulan data pendukung yang bersifat aktual dan kekinian dilakukan dengan mewancarai dua orang informan.
Tahap Klasifikasi
Tahapan ini dimulai dengan membaca dan mengelompokkan data berdasarkan klasifikasi data yang meliputi data struktur naratif yang membangun ketiga novel tersebut, antara lain unsur cerita (story) dan penceritaan (discourse) serta data tentang sistem tanda yang dibangun oleh pengarang dalam ketiga novel tersebut.
Tahap Deskripsi Data
Data yang telah dikelompokkan berdasar klasifikasinya selanjutnya disajikan (data display) berdasarkan karakteristik data, setelah data-data yang ada disajikan kemudian dibuat deskripsi masing-masing data untuk mempermudah tahap interpretasi.
Tahap Interpretasi
Tahapan ini merupakan tahap penafsiran terhadap hasil deskripsi yang telah dilakukan dengan pertimbangan fakta-fakta sastra atau di dalam ketiga novel tersebut sehingga terjadi pemahaman secara bulat dan utuh.
Tahap Evaluasi
Tahap ini dilakukan pengecekan atau evalusi terhadap hasil analisis dan penafsiran menyeluruh sehingga tercapai hasil yang terbaik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mujib. 2004. Risalah Cinta, Meletakkan Puja pada Puji. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Andre Hardjana. 1985. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.
Any Asmara. 1964. Matjan Tutul. Yogyakarta: CV. HABIJASA.
_______ . 1965. Rante Mas. Yogyakarta: PT. JAKER.
_______ . 1975. Tilas Buwangan Nusa Kambangan. Sala: Penerbit Toko Buku “KS”.
Astrid S Susanto.1983. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Anggota IKAPI: Binacipta.
Atar Semi. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa.
Bani Sudardi. 2002. Peran Semar dalam Teks Melayu Suntingan serta Kajian
Peran dan Makna Semar dalam Hikayat Agung Sakti. Yogyakarta: UGM.
Barthes, Roland. 1977. Image Music Text. Terjemahan Stephen Heat. New York: Hill and Wang.
Burhan Nurgiyantoro. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Callavaro, Dani. 2004. Teori Kritis dan Teori Budaya. Yogyakarta: NIAGARA.
Chatman, Seymour. 1986. Story and Discourse: Narrative Structure in Fiction and Film. Ithaca: Cornell University Press.
Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Penerbit Diva Publisher.
Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1989. Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka.
Grahandono. 1996. Citra dan Eksistensi Wanita dalam Serat Panitisastra dan Novel Anteping Tekad (Suatu Tinjauan Semiotika Sastra). Skripsi: FSSR.
Harimurti Kridalaksana. 1978. Keutuhan Wacana dalam Bahasa dan Sastra.
Tahun IV Nomor I. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Ida Sundari Husen dan Rahayu Hidayat. 2001. Meretas Ranah Bahasa, Semiotika dan Budaya. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
Jabrohim et al. 2001. Cara Menulis Kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jakob Sumardjo dan Saini K.M. 1986. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Jakarta: Balai Bahasa.
Kartini Kartono. 1990. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Penerbit Mandar Maju.
Keraf, Gorys. 1982. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia.
Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Penerbit Yayasan INDONESIATERA.
Linus Suryadi AG. 1995. Dari Pujangga ke Penulis Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Longacre, Robert E. 1983. The Grammar of Discourse. New York: Plenum Press.
Luxemburg, Jan Van, Mieke Bal, Willem G Weisteijn. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia. (Terjemahan Dick Hartoko).
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Jaya.
Niels, Mulder. 1981. Kebatinan dan Hidup Sehari-hari Orang Jawa, Kelangsungan dan Perubahan Kulturil. Jakarta: PT. Gramedia.
Panuti Sudjiman. 1992. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Pius Suryo Haryono et al. 1996. Pahlawan Nasional Kaisiepo. Jakarta: CV. DEFIT PRIMA KARYA.
Puji Santosa. 1991. Ancangan Semiotika dan Pengkajian Susastra. Bandung: Angkasa.
Rachmat Djoko Pradopo. 2001. Kajian Semiotika. Yogyakarta: Studi Sastra
Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.
_______ . 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
_______ . 1995. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: UGM Press.
Restu Sukesti et al. 1998. Diatesis Aktif-Pasif dalam Wacana Naratif Bahasa Jawa (Novel Tunggak-Tunggak Jati). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Riffaterre, Michael. 1978. Semiotics of Poetry. Bloomington & London: Indiana University Press.
Rr. Sutji Astuti Estiningsih. 1996. Nasionalisme Peran Tokoh Utama dalam Novel Sala Lelimengan dan Patriot-patriot Kasmaran (Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra). Skripsi: FSSR.
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra: Pendekatan, Teori, Metode, Tehnik, dan Kiat. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Segers, Rien T. 2000. Evaluasi Teks Sastra (Edisi Terjemahan oleh Suminto A. Sayuti). Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Siti Chamamah Soeratno. 2001. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT. Hanindita Graha Wijaya.
Sri Mulyono. 1983. Wayang dan Karakter Wanita. Jakarta: PT. Gunung Agung.
Sugihastuti. 2002. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogayakarta: Pustaka Pelajar.
Suparto Brata. 1981. Jatuh Bangun Bersama Sastra Jawa. Bacaan Populer untuk
Perguruan Tinggi. Proyek Penulisan dan Penerbitan Buku/ Majalah Pengetahuan Umum dan Profesi.
Sumarlam. 2003. Teori dan Analisis Wacana. Surakarta: Pustaka Cakra.
Tashadi et al. 1999. Partisipasi Seniman dalam Perjuangan Kemerdekaan di Propinsi Jawa Timur. Jakarta: CV. ILHAM BANGUN KARYA.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya-Giri Mukti Pasaka.
_______ . 1986. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia.
Tim Peneliti Balai Bahasa Yogyakarta. 2001. Ikhtisar Perkembangan Sastra Jawa Modern Periode Kemerdekaan. Yogyakarta: Kalika Press.
Wahyu Nugroho. 1999. Aspek Kesetiaan dan Aspek Pengorbanan Sosok Lelaki dalam Tujuh Cerkak Karya Esmiet. Skripsi: FSSR.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1956. Theory of Literature. New York:
Harcourt, Brace & World, Inc. (Terjemahan dalam Bahasa Indonesia
oleh Melani Budiyanto. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia).
Zaimar, Okke KS.1991. Menelusuri Makna Ziarah Karya Iwan Simatupang. Jakarta: Intermasa.
_______ . 1991. Semiotik dan Penerapannya dalam Studi Sastra. Yogyakarta:
Bahan Penataran Sastra, Balai Penelitian Bahasa.
Zoest, Aart Van. 1980. Fiksi dan Nonfiksi dalam Kajian Semiotik. Jakarta: Intermasa.
_______ . 1992. “Interpretasi dan Semiotika”. dalam Panuti Sudjiman dan Aart van Zoest. Serba-Serbi Semiotika. Jakarta: PT. Gramedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar