Sabtu, 22 Oktober 2011

SEMANTIK, SINTAKTIK dan PRAGMATIK , Pengantar Semantik

Semantik
1. Semantik dan Sosiologi
Semantik berhubungan dengan sosiologi dikarenakan seringnya dijumpai kenyataan bahwa penggunaan kata tertentu untuk mengatakan sesuatu dapat menandai identitas kelompok penuturnya.
Contohnya :
Penggunaan / pemilihan kata ‘cewek’ atau ‘wanita’, akan dapat menunjukkan
identitas kelompok penuturnya.
Kata ‘cewek’ identik dengan kelompok anak muda, sedangkan kata ‘wanita’ terkesan lebih sopan, dan identik dengan kelompok orang tua yang mengedepankan kesopanan.
2. Semantik dan Antropologi.
Semantik dianggap berkepentingan dengan antropologi dikarenakan analisis makna pada sebuah bahasa, menalui pilihan kata yang dipakai penuturnya, akan dapat menjanjikan klasifikasi praktis tentang kehidupan budaya penuturnya.
Contohnya :
Penggunaan / pemilihan kata ‘ngelih’ atau ‘lesu’ yang sama-sama berarti ‘lapar’ dapat
mencerminkan budaya penuturnya.
Karena kata ‘ngelih’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat
Jogjakarta.
Sedangkan kata ‘lesu’ adalah sebutan untuk ‘lapar’ bagi masyarakat daerah Jombang.
C. Analisis Semantik
Dalam analisis semantik, bahasa bersifat unik dan memiliki hubungan yang erat dengan budaya masyarakat penuturnya. Maka, suatu hasil analisis pada suatu bahasa, tidak dapat digunakan untuk menganalisi bahasa lain.
Contohnya penutur bahasa Inggris yang menggunakan kata ‘rice’ pada bahasa Inggris
yang mewakili nasi, beras, gabah dan padi.
Kata ‘rice’ akan memiliki makna yang berbeda dalam masing-masing konteks yang
berbeda. Dapat bermakna nasi, beras, gabah, atau padi.
2
http://htmlimg2.scribdassets.com/2rvix8ky2zkv3pc/images/3-31c9cacbee/000.jpghttp://htmlimg2.scribdassets.com/2rvix8ky2zkv3pc/images/3-31c9cacbee/000.jpg
Tentu saja penutur bahasa Inggris hanya mengenal ‘rice’ untuk menyebut nasi, beras, gabah, dan padi. Itu dikarenakan mereka tidak memiliki budaya mengolah padi, gabah, beras dan nasi, seperti bangsa Indonesia.
Kesulitan lain dalam menganalisis makna adalah adanya kenyataan bahwa tidak selalu penanda dan referent-nya memiliki hubungan satu lawan satu. Yang artinya, setiap tanda lingustik tidak selalu hanya memiliki satu makna.
Adakalanya, satu tanda lingustik memiliki dua acuan atau lebih. Dan sebaliknya, dua
tanda lingustik, dapat memiliki satu acuan yang sama.
Hubungan tersebut dapat digambarkan dengan contoh-contoh berikut :
Bisa
‘racun’
‘dapat’
buku
‘lembar kertas berjilid’
kitab

Jenis Semantik
Semantik memiliki memiliki objek studi makna dalam keseluruhan semantika bahasa,
namun tidak semua tataran bahasa memiliki masalah semantik.
Hal itu dapat dilihat dari bagan berikut :
Fungsi (o semantik)
Tata bahasa
(gramatika)
sintaksis
kategori
Peran
semantik gramatika
morfologi
fonologi
(o semantik); tetapi tiap fonem membedakan
(fonemik)
makna
Fonetik
(o semantik)
Leksikon
semantik leksikal
Tataran tata bahasa atau gramatika dibagi menjadi dua subtataran, yaitu morfologi dan
sintaksis.
Morfologi adalah cabang lnguistik yang mempelajari struktur intern kata, serta proses
pembentukannya. Satuan dari morfologi yaitu morfem dan kata.
Contoh :
Ajar
pe-lajar
be-lajar
pe- dan be- dapat membedakan makna
4
Sedangkan sintaksis, adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat. Sintaksis memiliki satuan yaitu kata, frase, klausa, dan kalimat.
Semantik sintaktikal memiliki tataran bawahan yang disebut :
a) Fungsi gramatikal
b) Kategori gramatikal
c) Peran gramatikal
Contoh analisis semantik sintaktikal :
Kata
Fungsi
Si Udin
menjaga
adiknya
di rumah sakit
fungsi
subjek
predikat
objek
keterangan
kategori
nomina
verba
nomina
nomina
peran
agent
benefaktif
patient
locative
Satuan dan proses dari morfologi dan sintaktik memiliki makna. Oleh karena itu, pada tataran ini ada masalah-masalah semantik yang disebut semantik gramatikal karena objek studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran tersebut.
Kalau yang menjadi objek penyelidikan adalah semantik leksikon, maka jenis semantiknya adalah semantik leksikal. Semantik leksikal menyelidiki makna yang ada pada leksem dari bahasa. Oleh karena itu, makna yang ada dalam leksem disebut makna leksikal.
Leksem adalah satuan-bahasa bermakna. Istilah leksem ini dapat dipadankan dengan istlah kata, yang lazim digunakan dalam studi morfologi dan sintaksis,dan yang lazim didefiinisikan sebagai satuan gramatik bebas terkecil. Baik kata tunggal maupun kompositum
Contoh :
Kambing
nama hewan
Hitam
jenis warna
Kambing hitam ‘orang yang dipersalahkan’
Manfaat Semantik
5
http://htmlimg4.scribdassets.com/2rvix8ky2zkv3pc/images/6-6332fd06c5/000.png
1. Bagi seorang wartawan, reporter, atau orang-orang yang berkecimpung dalam dunia
persuratkabaran dan pemberitaan :
Mereka akan memperoleh manfaat praktis dari pengetahuan mengenai semantik,yang dapat memudahkan dalam memilih dan menggunakan kata dengan makna yang tepat dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat.
2. Bagi peneliti bahasa :
Bagi pelajar sastra, pengetahuan semantik akan banyak member bekal teoritis
untuk menganalisis bahasa yang sedang dipelajari.
Sedangkan bagi pengajar sastra, pengetahuan semantik akan member manfaat teoritis, maupun praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik akan membantu dalam memahami dengan lebih baik bahasa yang akan diajarkannya. Dan manfaat praktisnya adalah kemudahan untuk mengajarkannya.
3.Bagi orang awam :
Pemakaian dasar-dasar semantik tentunya masih diperlukan untuk dapat memahami dunia yang penuh dengan informasi dan lalu-lintas kebahasaan yang terus berkembang.
Semantik Dalam Studi Linguistik
1. Aristoteles (384 – 322 SM)
Kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna. Yaitu (1) makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom (makna leksikal), dan (2) makna yang hadir akibat proses gramatika (makna gramatikal). (Ullman 1977:3)
2. Plato (429 – 347 SM)
Bunyi-bunyi bahasa secara implicit mengandung makna tertentu.
Memang ada perbedaan pendapat antara Plato dan Aristoteles. Pato mempercayai tentang adanya hubungan berarti antara kata (bunyi-bunyi bahasa) denganreferen t-nya. Sedangkan Aristoteles, berpendapat bahwa hubungan antara bentuk dan arti kata adalah soal perjanjian antar pemakainya (Moulton 1976 : 3).
6
3. C. Chr. Reisig (1825)
Konsep baru mengenai gramatika :
Gramatika terdiri dari tiga unsure utama, yaitu :
a)
Semasiologi – studi tentang tanda
b)
Sintaksis – studi tentang susunan kalimat
c)
Etimologi – studi tentang asal usul kata,perubahan bentuk kata, dan perubahan
makna
4. Michel Breal (akhir abad XIX)
Dalam karangannya, Essai de Semantique, telah menggunakan istilah semantik.
Dan menyebutnya sebagai suatu bidang ilmu yang baru.
5. Ferdinand de Saussure
Dalam bukunya Cours de Linguistique Generale (1916).
“studi lingustik harus difokuskan pada keberadaan bahasa pada waktu tertentu.
Pendekatannya harus sinkronis, dan studinya harus deskriptif”.
De Saussure juga mengajukan konsepsigné (tanda) untuk menunjukkan
hubungan antarasignifi é (yang ditandai) dansignif iant (yang menandai).
Signifié adalah makna atau konsep dari signifiant yang berwujud bunyi-bunyi
bahasa.
Signifiédan signifiantsebaga i signé linguistique adalah satu kesatuan yang
merujukpada satu referent. Yaitu sesuatu, berupa benda atau hal yang dikuar bahasa.
7

Bidang yang mengkaji dan menganalisis makna kata dan ayat dikenali sebagai bidang semantik.
Kata merupakan unit ujaran yang bebas dan mempunyai makna.
Dalam bahasa kita dapat mengungkap fikiran, perasaan, pendapat, emosi, perlakuan dan keperibadian manusia.
Perbendaharaan kata penting untuk menjalin komunikasi yang sempurna. Semakin banyak kata dikuasai oleh seseorang, semakin banyak idea atau gagasan yang mampu diungkapnya.
Kajian mengenai makna kata boleh dibahagikan kepada aspek-aspek berikut
a, makna denotasi dan dan makna konotasi
b. Makna dalam kont
eks
c. Hubungan makna dengan kebudayaan
d. Perubahan makna
e. Bentuk-bentuk makna daripada hubungan semantik.
Semantik dapat juga ditarifkan sebagai kajian makna linguistik bagi kata, frasa dan ayat.
Secara umunya, makna perkataan dapat dilihat dari segi leksikal dan konteks.
Sebagai pengguna bahasa, kita bukan sahaja mengetahui morfemnya, tetapi juga makna perkataan.
Otak kita menjadi stor kepada kata-kata yang bermakna ini .
Storan maklumat serta morfem ini kita panggil leksikon atau kosa kata.
Lihat contoh ayat berikut.


Kata
Ciri

ayah
(i) manusia

(ii) lelaki

(iii) dewasa

(iv) bapa kepada anak






Kata
Ciri
saya
(i) ganti nama
(ii) manusia
(iii) orang yang berkata

Kata
ciri-ciri
pemandu
(i) manusia
(ii) membawa kenderaan
(iii mempunyai lesen
Ciri ialah maklumat mengenai semantik perkataan.
Ciri semantik kata ini terdapat dalam leksikon seseorang.
Satu lagi ciri semantik ialah rujukan.
Teliti ayat berikut:



Seungguhpun kedua-dua ayat di atas berlainan maknanya, tetapi kedua-dua ayat membuat rujukan yang sama kepada orang yang sama.
Rujukan seperti ini penting kerana kerana tiada rujukan, ujaran berkenaan tidak akan difahami sungguhpun ujaran berkenaan diungkapkan menurut peraturan tatabahasa bahasa Melayu.

Makna denotasi dan konotasi
Makna dalam konteks
Hubungan makna dengan kebudayaan
Perubahan makna
Bentuk-bentuk makna daripada hubungan semantik
denotasi ialah makna tersurat
Denotasi juga dikenali sebagai makna kamus, makna kognitif, makna rujukan, makna konseptual dan makna ideasional
Contoh:
Ayam tambatan: Ayam yang ditambat atau diikat dengan tali atau lain-lain alat pengikat.
Konotasi pula ialah makna tambahan, atau makna tersirat.
Contoh: 
Ayam tambatan: Orang harapan/penting di dalam satu kumpulan, pasukan.
Istilah lain untuk konotasi ialah emotif atau makna evaluatif
Terdapat kata-kata sinonim (seerti) yang mempunyai makna denotasi yang sama,  tetapi makna konotasi yang berbeza.
Contoh: 
Kata wafat, mati, meninggal dunia, mampus membawa maksud denotasi yang sama iaitu jasad dan roh terpisah.
Tetapi dari segi denotasi, wafat untuk tokoh-tokoh ulama terhormat dan disegani, meninggal dunia untuk sebutan yang sopan, mati untuk sebutan umum dan mampus untuk sebutan yang lebih kasar.


Makna sesuatu perkataan yang diujarkan boleh diketahui dengan melihat konteks penggunaannya.
Contoh:
1. Awak betul-betul hati batu ( hati membawa maksud degil, tetap pendirian)
2. Sedap betul makan hati dengan nasi beriyani. (Hati membawa maksud organ haiwan yang menjadi hidangan yang menyelerakan)
3. Berhati-hati di jalan raya. (Hati bermaksud berwaspada di jalan raya bagi mengelakkan kemalangan).
Penggunaan dan pemilihan perkataan juga berhubung dengan kebudayaan sesuatu masyarakat.
Contoh:
Engkau/kau: digunakan dalam hubungan yang rapat yang tidak formal dan untuk menimbulkan kemesraan.
Awak/anda: Digunakan dalam hubungan biasa (anda lebih rasmi).
Tuanku: Digunakan oleh orang biasa untuk merendah diri apabila berhubung dengan golongan raja.




Makna sesuatu perkataan itu akan berubah mengikut perubahan masa, teknologi dan hubunan sosial masyarakat.
Contoh: 
rawat: Makna umum menjaga dan mengubati orang sakit, tetapi makna baru meliputi merawat sisa kumbahan, pokok (nurseri).

Bentuk-bentuk makna kata yang timbul daripada hubungan semantik ialah sinonim, antonim, hiponim, meronim, polisim, homonim, homofon dan homograf.
Sinonim - kata yang mempunyai makna yang sama atau hampir sama.
Contoh: 
sang suria = matahari
hangat = panas
Antonim - merujuk kepada perkataan-perkataan yang mempunyai makna yang berlawanan.
Contoh:
Pandai lawannya bodoh
Putih lawannya hitam.

Hiponim - kata yang mempunyai lingkungan dalam struktur makna.
Contoh:
kenderaan (kereta, motorsikal, basikal, beca, kapal terbang)
Perabot ( katil, meja, almari, meja kopi, meja makan)
Meronim - Meronim ialah perkataan-perkataan yang menunjukkan sebahagian daripada.
Contoh: stereng, engin, karburator, kusyen, cermin, menjadi meronim kepada perkataan kereta.
Polisim - satu perkataan yang mempunyai makna yang banyak.
Contoh: Kata mentah mempunyai set makna yang berikut:
Belum masak atau masih muda/putik (buah-buahan)
Tidak masak betul (barang yang dimasak)
Tidak atau belum dimasak (barang makanan)
Belum diproses (bahan galian dan sebagainya)
Belum matang pemikiran.
Homonim - Dua kata atau lebih yang memiliki bentuk yang sama, sama ada dari segi sebutan, ejaan, atau kedua-duanya, dan mempunyai makna yang berbeza.
Contoh:
pasang  I - jodoh atau kelamin
pasang II - naik atau bertambah (air laut)
pasang III - tembak (meriam)
pasang IV - berhias (badan)
Homonim terbahagi kepada tiga jenis iaitu:
i. homofon - kata-kata yang sama sebutannya tetapi berbeza dari segi ejaan dan makna.
contoh: massa denan masa
ii. homograf - kata-kata yang sama ejaannya, tetapi sebutannya berbeza.
Gejala ini timbul kerna huruf e mewakili dua bunyi, iaitu e-taling atau e-pepet.
Contoh:
semak (belukar) dengan semak (meneliti atau memeriksa semula).
bela-memelihara
bela-menuntut bela/balas
pelekat-kain sarung
pelekat-gam
Homonim - mempunyai sebutan dan ejaan yang serupa.
contoh:
daki I - kotoran
daki II - panjat

  
   Perubahan Makna

Makna perkataan mungkin menjadi lebih luas atau lebih sempit.
Berlaku juga pemindahan makna seperti yang berlaku bagi simpulan bahasa dan peribahasa.
Oleh itu makna mengalami peluasan makna, penyempitan makna, atau pemindahan makna.

Peluasan makna
Perubahan pengalaman dan budaya, konteks dan pengetahuan mempengaruhi makna sesuatu kata.

Penyempitan makna
Seperti peluasan makna, perubahan pengalaman dan budaya, kontes dan pengetahuan boleh menyempitkan makna sesuatu kata sehingga menjadi khusus.

Pemindahan makna
Pemindahan makna berlaku dalam bahasa kiasan.
Bahasa kiasan dapat dibahagikan kepada peribahasa dan bukan peribahasa.

i. Simpulan bahasa
ii. Perumpaan
iii. Bidalan
iv. Pepatah atau perbilangan
i. Kiasan (Metafora atau Personafikasi)
ii. Kata hikmat
 Pengantar Semantik
1. Apakah Semantik Itu?
Ada dua cabang utama linguistik yang khusus menyangkut kata yaitu etimologi, studi tentang asal usul kata, dan semantik atau ilmu makna, studi tentang makna kata. Di antara kedua ilmu itu, etimologi sudah merupakan disiplin ilmu yang lama mapan (established), sedangkan semantik relatif merupakan hal yang baru.
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bumyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan Richards (1923), dalam karya klasik tentang “teori semantik segi tiga” , kaitan antara lambang, citra mental atau konsep, dan referen atau objek dapat dijelaskan dengan gambar dan uraian sebagai berikut.
Makna kata buku adalah konsep buku yang tersimpan dalam otak kita dan dilambangkan dengan kata buku. Gambar di samping menunjukkan bahwa di antara lambang bahasa dan konsep terdapat hubungan langsung, sedangkan lambang bahasa dengan referen atau objeknya tidak berhubungan langsung
(digambarkan dengan garis putus-putus) karena harus melalui konsep. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.
Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga berarti daging yang digunakan sebagai lauk.
2. Hakikat Makna
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual).
‘makna’ yang diartikan


Tanda linguistik                                                                                                  referen
[bunyi] yang mengartikan
Yang menandai (intralingual)                                              yang ditandai (ekstralingual)
Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda-linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna (Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata,yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Harimurti, 1982:76) adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam makalah ini kedua istilah itu dianggap memiliki pengertian yang sama.
Yang perlu dipahami adalah tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan, yang nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misal kata buaya dalam kalimat (1).
(1). Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya.
Oleh karena itu, kita baru dapat menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Makna sebuah kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Contoh, seorang setelah memeriksa buku rapor anaknya dan melihat angka-angka dalam buku rapor itu banyak yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji.
(2). ”Rapormu bagus sekali, Nak!”
Jelas, dia tidak bermaksud memuji walaupun nadanya memuji. Dengan kalimat itu dia sebenarnya bermaksud menegur tau mungkin mengejek anaknya itu.
3. Jenis Makna
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal dan makna gramatikal, berdasarkan ada atau tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dapat dibedakan adanya makna referensial dan makna nonreferensial, berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata/leksem dapat dibedakan adanya makna denotatif dan makna konotatif, berdasarkan ketepatan maknanya dikenal makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus. Lalu berdasarkan kriteri lain atau sudut pandang lain dapat disebutkan adanya makna-makna asosiatif, kolokatif, reflektif, idiomatik dan sebagainya.
3.1 Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
3.2 Makna Referensial dan Nonreferensial
Perbedaan makna referensial dan makna nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Kalau kata-kata itu tidak mempunyai referen, maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. Kata meja termasuk kata yang bermakna referensial karena mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang disebut ’meja’. Sebaliknya kata karena tidak mempunyai referen, jadi kata karena termasuk kata yang bermakna nonreferensial.
3.3 Makna Denotatif dan Konotatif
Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif.
3.4 Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berbeda dengan kata, istilah mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks. Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
3.5 Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian.
3.6 Makna Idiomatikal dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat ”diramalkan” dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Contoh dari idiom adalah bentuk membanting tulang dengan makna ’bekerja keras’, meja hijau dengan makna ’pengadilan’.
Berbeda dengan idiom, peribahasa memiliki makna yang masih dapat ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsurnya karena adanya ”asosiasi” antara makna asli dengan maknanya sebagai peribahasa. Umpamanya peribahasa Seperti anjing dengan kucing yang bermakna ’dikatakan ihwal dua orang yang tidak pernah akur’. Makna ini memiliki asosiasi, bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua memang selalu berkelahi, tidak pernah damai.
3.7 Makna Kias
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.
4. Relasi Makna
disebut relasi makna. Relasi makna dapat berwujud macam-macam. Berikut ini diuraikan beberapa wujud relasi makna.
4.1 Sinonimi
Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah du buah kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja. Kesamaannya tidak bersifat mutlak.
4.2   Antonimi dan Oposisi
Secara semantik Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata buruk; kata besar berantonimi dengan kata kecil.
Sama halnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam batasan di atas, Verhaar menyatakan ”…yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain” Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan.
Sehubungan dengan ini banyak pula yang menyebutnya oposisi makna. Dengan istilah oposisi, maka bisa tercakup dari konsep yang betul-betul berlawanan sampai kepada yang bersifat kontras saja. Kata hidup dan mati, mungkin bisa menjadi contoh yang berlawanan; tetapi hitam dan putih mungkin merupakan contoh yang hanya berkontras.
4.3   Homonimi, Homofoni, dan Homografi
Homonimi adalah ‘relasi makna antar kata yang ditulis sama atau dilafalkan sama, tetapi maknanya berbeda’. Kata-kata yang ditulis sama tetapi maknanya berbeda disebut homograf, sedangkan yang dilafalkan sama tetapi berbeda makna disebut homofon. Contoh homograf adalah kata tahu (makanan) yang berhomografi dengan kata tahu (paham), sedang kata masa (waktu) berhomofoni dengan massa (jumlah besar yang menjadi satu kesatuan).
4.4   Hiponimi dan Hipernimi
Hiponimi adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang’. Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang.  Bunga merupakan superordinat (hipernimi, hiperonim) bagi anggrek, mawar, dan tulip, sedangkan binatang menjadi superordinat bagi kucing, kambing, dan kuda.
4.5   Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya kosong.
4.6   Ambiguitas
Ambiguitas atau ketaksaab sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda. Umpamanya frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, (2) buku itu berisi sejarah zaman baru.
4.7   Redundansi
Istilah redundansi sering diartikan sebagai ’berlebih-lebihan pemakaian unsur segmental dalam suatu bentuk ujaran’. Umpamanya kalimat Bola ditendang Si Badrih, maknanya tidak akan berubah bila dikatakan Bola ditendang oleh Si Badrih. Pemakaian kata oleh pada kalimat kedua dianggap sebagai sesuatu yang redundansi, yang berlebih-lebihan dan sebenarnya tidak perlu.
4.8   Meronimi
Meronimi adalah ’relasi makna yang memiliki kemiripan dengan hiponimi karena relasi maknanya bersifat hierarkis, namun tidak menyiratkan pelibatan searah, tetapi merupakan relasi makna bagian dengan keseluruhan’. Contohnya adalah atap bermeronimi dengan rumah.
4.9   Makna Asosiatif
Makna asosiatif merupakan asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi unsur-unsur psikis, pengetahuan dan pengalaman seseorang. Oleh karena itu, makna asosiatif terutama dikaji bidang psikolinguistik. Makna denotatif villa adalah ’rumah peristirahatan di luar kota’. Selain makna denotatif  itu, bagi kebanyakan orang Indonesia villa juga mengandung makna asosiatif  ’gunung’, ’alam’, ’pedesaan’, ’sungai’, bergantung pada pengalaman seseorang.
4.10 Makna Afektif
Makna afektif berkaitan dengan perasaan seseorang jika mendengar atau membaca kata tertentu. Perasaan yang muncul dapat positif atau negatif. Kata jujur, rendah hati, dan bijaksana menimbulkan makna afektif yang positif, sedangkan korupsi dan kolusi menimbulkan makna afektif  yang negatif.
4.11 Makna Etimologis
Makna etimologis berbeda dengan makna leksikal karena berkaitan dengan asal-usul kata dan perubahan makna kata dilihat dari aspek sejarah kata. Makna etimologis suatu kata mencerminkan perubahan yang terjadi dengan kata tertentu. Melalui perubahan makna kata, dapat ditelusuri perubahan nilai, norma, keadaan sosial-politik, dan keadaan ekonomi suatu masyarakat.
SEMANTIK, SINTAKTIK dan PRAGMATIK
  1. SEMANTIK
Semantik berasal dari bahasa Yunani “semanien” yang artinya “maksud” atau pengertian/persepsi tentang arti tanda visual pada pelihat/pengguna/penerima tanda, Dalam arti lain semantik merupakan suatu tingkat dimana kita meneliti dan menganalisa makna dari suatu visual tertentu
kesalahan semantik berakibat komunikasi tidak terjalin atau berbelok arah (mis : kata “banyak” dalam bahasa Indonesia berbeda artinya dengan kata “banyak” dalam bahasa Jawa). Dalam prinsip Semantik, makna dibagi menjadi 2 hal yaitu DENOTASI & KONOTASI
DENOTASI : makna leksikal/makna sebenarnya.
makna denotasi merupakan makna pokok, pasti dan terhindar dari kesalahtafsiran
KONOTASI : makna kiasan/struktural
merupakan makna tambahan yang terbentuk karena kesepakatan bersama (konvensi), abstrak, imajiner dan tidak jelas
SIMBOL/objek










DENOTATIF
KONOTATIF
BERAWAN










Menjelang hujan
Sedih, duka
CERAH










Siang hari
Senang, suka
Tangan kanan










Tangan
sebelah kanan
Anak buah
Batu karang










Batu pantai
Kuat, tegar
Merpati










Burung
Sabar, damai
Kambing hitam










Kambing
bulu hitam
Orang
yang dipersalahkan
buaya










Binatang melata
playboy
tikus










Binatang pengerat
Kotor, koruptor
Dalam aspek konotasi, makna timbul dari 2 hal yaitu ASOSIASI dan SINESTESIA
ASOSIASI : Makna muncul karena kedekatan sifat
Misalnya :
- tikus – kotor – koruptor
- matahari – terang – kemulyaan
SINESTESIA : Perubahan makna karena pertukaran indera
- kulitnya segar dilihat
- suaranya sedap didengar
  1. SINTAKTIK
Sintaktik berasal dari bahasa Yunani “Suttatein” yang artinya mengatur, mendisiplinkan, menyeragamkan. pengolahan/seleksi untuk mencapai keberaturan dan keserasian sebagai satu kesatuan bahasa bentuk, sistem visual, gaya visual
Mis : dalam sign-system ada kesamaan penggunaan sistem visual, lay out surat kabar harian meski isinya beda tiap terbit namun keberaturan lay out yang sinambung membina rubrikasi bagi pembaca
Dalam aspek sintaktik keberaturan dan keseragaman sebuah desain diatur dalam teori konstanta dan variabel :
KONSTANTA : unsur yang menyamakan
VARIABEL : unsur yang membedakan
  1. PRAGMATIK
pengungkapan pesan secara fisik pada pelaksanaan/eksekusi ukuran, material, teknik, konstruksi, kemudahan, kejelasan, keamanan, ergonomi, dan kapasitas fisik mata.
Pragmatik selalu berkaitan dengan teknis dan praktis yaitu Bahan, finishing, produksi. Oleh karena itu pragmatis selalu memunculkan pertanyaan-pertanyaan:
A. Sinonim
Sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun memiliki arti atau pengertian yang sama atau mirip. Sinomin bisa disebut juga dengan persamaan kata atau padanan kata.
Contoh Sinonim :
- binatang = fauna
- bohong = dusta
- haus = dahaga
- pakaian = baju
- bertemu = berjumpa
C. Homonim
Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya sama disebut homograf, namun jika yang sama adalah ejaannya maka disebut homofon.
Contoh Homograf :
- Amplop
+ Untuk mengirim surat untuk bapak presiden kita harus menggunakan amplop (amplop = amplop surat biasa)
+ Agar bisa diterima menjadi pns ia memberi amplop kepada para pejabat (amplop = sogokan atau uang pelicin)
- Bisa
+ Bu kadir bisa memainkan gitar dengan kakinya (bisa = mampu)
+ Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti (bisa = racun)
Contoh Homofon :
- Masa dengan Massa
+ Guci itu adalah peninggalan masa kerajaan kutai (masa = waktu)
+ Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa (massa = masyarakat umum)
Tambahan :
- Anonim adalah tidak memiliki nama atau tidak diberikan nama.
Sinonim adalah suatu kata yang memiliki bentuk yang berbeda namun memiliki arti atau pengertian yang sama atau mirip. Sinomin bisa disebut juga dengan persamaan kata atau padanan kata. Contoh:
* binatang = fauna
* bohong = dusta
* haus = dahaga
* pakaian = baju
* bertemu = berjumpa
Antonim adalah suatu kata yang artinya berlawanan satu sama lain. Antonim disebut juga dengan lawan kata. Contoh:
* keras x lembek
* naik x turun
* kaya x miskin
* surga x neraka
* laki-laki x perempuan
* atas x bawah
Homonim adalah suatu kata yang memiliki makna yang berbeda tetapi lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya sama disebut homograf, namun jika yang sama adalah ejaannya maka disebut homofon. Contoh:
* Amplop (homofon)
o Untuk mengirim surat untuk bapak presiden kita harus menggunakan amplop (amplop = amplop surat biasa)
o Agar bisa diterima menjadi pns ia memberi amplop kepada para pejabat (amplop = sogokan atau uang pelicin)
* Bisa (homofon)
o Bu kadir bisa memainkan gitar dengan kakinya (bisa = mampu)
o Bisa ular itu ditampung ke dalam bejana untuk diteliti (bisa = racun)
* Masa dengan Massa (homograf)
o Guci itu adalah peninggalan masa kerajaan kutai (masa = waktu)
o Kasus tabrakan yang menghebohkan itu dimuat di media massa (massa = masyarakat umum)
Polisemi adalah kata-kata yang memiliki makna atau arti lebih dari satu karena adanya banyak komponen konsep dalam pemaknaan suatu kata. Satu kata seperti kata “kepala” dapat diartikan bermacam-macam walaupun arti utama kepala adalah bagian tubuh manusia yang ada di atas leher. Contoh:
* Guru yang dulunya pernah menderita cacat mental itu sekarang menjadi kepala sekolah smp kroto emas. (kepala bermakna pemimpin).
* Kepala anak kecil itu besar sekali karena terkena penyakit hidrosepalus. (kepala berarti bagian tubuh manusia yang ada di atas).
* Tiap kepala harus membayar upeti sekodi tiwul kepada ki joko cempreng. (kepala berarti individu).
* Pak Sukatro membuat kepala surat untuk pengumuman di laptop eee pc yang baru dibelinya di mangga satu. (kepala berarti bagian dari surat).
Hipernim adalah kata-kata yang mewakili banyak kata lain. Kata hipernim dapat menjadi kata umum dari penyebutan kata-kata lainnya. Sedangkan hiponim adalah kata-kata yang terwakili artinya oleh kata hipernim. Umumnya kata-kata hipernim adalah suatu kategori dan hiponim merupakan anggota dari kata hipernim. Contoh :
* Hipernim : Hantu. Hiponim : Pocong, kantong wewe, sundel bolong, kuntilanak, pastur buntung, tuyul, genderuwo, suster ngesot, dan lain-lain.
* Hipernim : Ikan. Hiponim : Lumba-lumba, tenggiri, hiu, betok, mujaer, sepat, cere, gapih singapur, teri, sarden, pari, mas, nila, dan sebagainya.
* Hipernim : Odol. Hiponim : Pepsodent, ciptadent, siwak f, kodomo, smile up, close up, maxam, formula, sensodyne, dll.
* Hipernim : Kue. Hiponim : Bolu, apem, nastar nenas, biskuit, bika ambon, serabi, tete, cucur, lapis, bolu kukus, bronis, sus, dsb.
Dalam semantik, hiponim adalah suatu kata atau frasa yang maknanya tercakup dalam kata atau frasa lain yang lebih umum, yang disebut hiperonim atau hipernim. Suatu hiponim adalah anggota kelompok dari hiperonimnya dan beberapa hiponim yang memiliki hiperonim yang sama disebut dengan kohiponim. Kucing, serangga, dan merpati adalah hiponim dari hewan; hewan adalah hiperonim dari kucing, serangga, dan merpati; serangga dan merpati adalah kohiponim dari kucing sebagai hewan.
Hubungan makna hiponim-hiperonim dibedakan dengan hubungan makna meronim-holonim yang merupakan hubungan antara bagian dengan kesatuan.
Perubahan makna meluas adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata atau leksem yang pada mulanya hanya memiliki sebuah ‘makna’ tetapi kemudian karena berbagai factor menjadi memiliki makna-makna lain. Umpamanya kata saudara yang pada mulanya hanya bermakna ‘seperut’ atau ‘sekandungan’. Kemudian, maknanya berkembang menjadi ‘siapa saja yang sepetalian darah’. Akibatnya, anak paman pun disebut saudara. Lebih jauh lagi selanjutnya siapapun yang masih mempunyai kesamaan asal usul disebut juga saudara. Malah kini siapa pun disebut saudara. Perluasan makna yang terjadi pada saudara terjadi juga pada kata-kata kekerabatan lain seperti kakak, ibu, adik dan bapak.

Perubahan makna menyempit adalah gejala yang terjadi pada sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang cukup luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna saja. Misalnya kata sarjana yang pada mulanya berarti ‘orang pandai’ atau ‘cendikiawan’, kemudian hanya berarti ‘orang yang lulus dari perguruan tinggi’, seperti tampak pada sarjana sastra, sarjana ekonomi, sarjana hukum dan sarjana pertanian. Betapapun pandainya seseorang mungkin sebagai hasil belajar sendiri, kalau bukan tamatan suatu perguruan tinggi, tidak bisa disebut sarjana. Sebaliknya, betapapun rendahnya indeks prestasi seseorang kalau dia sudah lulus dari perguruan tinggi, dia akan disebut sarjana. Ini juga berlaku pada kata ahli dan pendeta.

Asosiasi adalah perubahan makna yg terjadi sbg akibat dr persamaan sifat. Exp amplop.. berrati secarik kertas utk menyimpan surat.

Sinestesia adl. Perubahan makna yg tjd akibat pertukaran tanggapan dari dua indra yg berbeda.. exp : suara penyanyi itu terdengar sedap..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar