Jumat, 21 Oktober 2011

Fonologi


Fonologi adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara alat ucap manusia dalam menghasilkan bunyi bahasa, bagaimana hakikat bahasa dalam hal frekuensi, intensitas, dan timbre dan serta bagaimana getaran udara. Didalam ilmu fonologi membahas bberapa kajian, diantaranya adalah pasangan minimal yang dibahas dalam makalah ini. Adapun pasangan minimal adalah dua kata atau lebih yang memiliki makna yang berbeda. Perbedaan itu hanya ad satu prbedaan fonem atau bunyi. Pasangan minimal dapat distribusikan di awal, tengah, dan akhir kata.
   Kalau kita mendengar orang berbicara, entah berpidato atau bercakap-cakap, maka akan kita dengar runtunan bunyi bahasa yang terus menerus.runtunan bunyi bahasa ini dapat dianalisis atau disegmentasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan kesatuannya yang ditandai dengan hentian-hentian atau jeda yang terdapat dalam runtunan bunyi tersebut.
Siliabel merupakan satuan runtunan bunyi yang ditandai dengan satu satuan bunyi yang paling nyaring, yang dapat disertai atau tidak oleh sebuah bunyi lain di depannya, di belakangnya, atau sekaligus di depan dan di belakangnya. Adanya puncak kenyaringan atau sonoritas inilah yang menandai siliabel itu. Puncak kenyaringan itu biasanya ditandai dengan sebuah bunyi vokal.
Bidang linguistik yang mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi bahasa ini disebut fonologi. Menurut hirearki satuan bunyi yang menjadi objek studinya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik.

3.1.       Fonetik
Fonetik dalah bidang linguistik yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian, menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan menjadi adanya tiga jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan fonetik auditoris.
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa, serta bagaimana bunyi-bunyi diklasifikasikan. Fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya, intensitasnya, dan timbrenya. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.
3.1.1.      Alat Ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang harus dibicarakan adalah alat ucap manusia untuk menghasilkan bunyi bahasa. Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat ucap itu biasanya diberi nama sesuai dengan nama  alat ucap itu. Namun, tidak biasa disebut “bunyi gigi” atau “bunyi bibir” melainkan bunyi dental dan bunyi labial, yakni istilah berupa bentuk ajektif dari bahasa latinnya.
Selanjutnya, sesuai dengan bunyi bahasa itu dihasilkan, maka harus kita gabungkan istilah dari dua nama alat ucap itu. Misalnya, bunyi apikodental yaitu gabungan antara ujung lidah dengan gigi atas, labiodental yaitu gabungan antara bibir bawah dengan gigi atas, dan laminopalatal yaitu gabungan antara daun lidah dengan langit-langit keras.

3.1.2.      Proses Fonasi
Tejadinya bunyi bahasa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorokan ke pangkal tenggorokan, yang di dalamnya terdapat pita suara. Supaya uadara bisa terus keluar, pita suara itu harus berada dalam posisi terbuka. Setelah melalui pita suara, yang merupakan jalan satu-satunya untuk bisa keluar, entah melalui rongga mulut atau rongga hidung, udara tadi diteruskan ke udara bebas.
Kalau posisi pita suara terbuka lebar maka tidak terjadi bunyi bahasa. Posisi ini adalah posisi untuk bernafas secara normal. Kalau pita suara terbuka agak lebar, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi tidak bersuara. Kalau pita suara terbuka sedikit, maka akan terjadilah bunyi bahasa yang disebut bunyi bersuara.



3.1.3.      Tulisan Fonetik
Tulisan fonetik yang dibuat untuk keperluan studi fonetik, sesungguhnya dibuat berdasarkan huruf-huruf dari aksara latin, yang ditambah dengan sejumlah tanda diakritik dan sejumlah modifikasi terhadap huruf latin itu.
Kalau dalam tulisan fonetik, setiap bunyi baik yang segmental maupun yang suprasegmental, dilambangkan secara akurat artinya setiap bunyi mempunyai lambang-lambangnya sendiri, meskipun perbedaannya hanya sedikit, tetapi dalam tulisan fonemik hanya perbedaan bunyi yang distingtif saja, yakni yang membedakan makna, yang diperbedakan lambangnya.

3.1.4.      Klasifikasi Bunyi
Pada umumnya bunyi bahasa pertama-tama dibedakan atas vocal dan konsonan. Jadi, beda terjadinya bunyi vocal dan konsonan adalah arus udara dalam pembentukan bunyi vocal setelah melewati pita suara, tidak mendapat hambatan apa-apa, sedangkan dalam pembentukan bunyi konsonan arus udara itu masih mendapat hambatan atau gangguan.
3.1.4.1.      Kalsifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasufikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat horizontal. Kemudian menurut bentuk mulut dibedakan adanya vokal bundar dan vokal tidak bundar.

3.1.4.2.      Diftong atau Vokal Rangkap
Disebut diftong karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Ketidaksamaan ini menyangkut tinggi rendahnya lidah, bagian lidah yang bergerak, serta strukturnya.
3.1.4.3.      Klasifikasi Konsonan
Bunyi-bunyi konsonan biasanya dibedakan berdasarkan tiga patokan atau kriteria, yaitu posisi pita suara, tempat artikulasi dan cara artikulasi.

3.1.5.      Unsur Suprasegmental
Arus ujaran merupakan suatu runtunan bunyi yang sambung-bersambung terus-menerus diselang-seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai dengan keras lembutnya bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi, dan sebagainya. Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan, sehingga disebut bunyi segmental, tetapi yang berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi suprasegmental atau prosodi.

3.1.5.1.      Tekanan atau Stres
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi. Suatu bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang kuat sehingga menyebabkan amplitudinya melebar, pasti dibarengi dengan tekanan keras. Sebaliknya sebuah bunyi segmental yang diucapkan dengan arus udara yang tidak kuat sehingga amplitudonya menyempit, pasti dibarengi dengan tekanan lunak.

3.1.5.2.      Nada atau Pitch
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Bila suatu bunyi segmental diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, tentu akan disertai dengan nada yang tinggi. Sebaliknya, kalau diucapkan dengan frekuensi getaran yang rendah, tentu akan disertai juga dengan nada rendah.

3.1.5.3.      Jeda atau Persendian
Jeda berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Disebut jeda karena adanya hentian itu, dan disebut persendian karena di tempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara segmen yang satu dengan segmen yang lain. Jeda ini dapat bersifat penuh dan dapat bersifat sementara.

3.1.6.      Silabel
Silabel adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau runtunan bunyi ujaran. Silabel sebagai satuan ritmis mempunyai puncak kenyaringan atau sonoritas yang biasanya jatuh pada sebuah vokal. Kenyaringan atau sonoritas yang menjadi pucak silabel terjadi karena adanya ruang resonansi berupa rongga mulut, rongga hidung, atau rongga-rongga lain, di dalam kepala dan dada.

3.2.       Fonemik
Objek penelitian fonetik adalah fon, yaitu bunyi bahasa pada umunya tanpa memperhatikan apakah bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna kata atau tidak. Sebaliknya, objek penelitian fonemikadalah fonem, yaitu bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.
3.2.1.      Identifikasi Fonem
Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bikan, kita harus mencari sebuah bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, makaberarti bunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dia bisa atau berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu.

3.2.2.      Alofon
Bunyi-bunyi yang merupakan realisasi dari sebuah fonem disebut alofon. Alofon-alofon dari sebuah fonem mempunyai kemiripan fonetis. Artinya, banyak mempunyai kesamaan dalam pengucapannya. Atau kalau kita melihatnya dalam peta fonem, letaknya masih berdekatan atau saling berdekatan. Tentang distribusinya, mungkin bersifat komplementer, mungkin juga bersifat bebas.

3.2.3.      Klasifikasi Fonem
Kriteria dan prosedur klasifikasi fonem sebenarnya sama dengan cara klasifikasi bunyi. Bedanya kalau bunyi-bunyi vokal dan konsonan itu banyak sekali, maka fonem vokal dan vonem konsonan ini agak terbatas, sebab hanya bunyi-bunyi yang dapat membedakan makna saja yang dapat menjadi fonem.

3.2.4.      Khazanah Fonem
Yang dimaksud dengan khazanah fonem adalah banyaknya fonem yang terdapat dalam satu bahasa. Berapa jumlah fonem yang dimiliki suatu bahasa tidak sama jumlahnya dengan yang dimiliki bahasa lain.

3.2.5.      Perubahan Fonem
Ucapan sebuah fonem dapat berbeda-beda sebab sangat tergantung pada lingkungannya, atau pada fonem-fonem lain yang berada di sekitarnya.
3.2.5.1.    Asimilasi dan Disimilasi
Asimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat dari bunyi yang ada di lingkungannya sehingga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bumyi yang mempengaruhinya.
3.2.5.2.    Netralisasi dan Arkifonem
3.2.5.3.    Umlaut, Ablaut, dan Harmoni Vokal
Kata umlaut berasal dari bahasa Jerman. Dalam studi fonologi kata ini mempunyai pengertian perubahan vokal sedemikian rupa sehingga vokal itu diubah menjadi vokal yang lebih tinggi sehingga akibat dari vokal yang berikutnya yang tinggi.
Ablaut adalah perubahan vokal yang kita temukan dalam bahasa-bahasa Indo Jerman untuk menandai berbagai fungsi gramatikal. Harmoni vokal ialah perubahan bunyi.           

3.2.5.4.    Kontraksi
Dalam percakapan yang cepat atau dalam situasi yang informal seringkali penutur menyingkat atau memperpendek ujarannya. Dalam pemendekan seperti ini, yang dapat berupa hilangnya sebuah fonem atau lebih, ada yang berupa kontraksi. Dalam kontraksi, pemendekan itu menjadi satu segmen dengan pelafalannya sendiri-sendiri.

3.2.5.5.    Metatesis atau Epentesis
Proses metatesis bukan mengubah bentuk fonem menjadi fonem yang lain, melainkan mengubah urutan fonem yang terdapat dalam suatu kata. Lazimnya, bentuk dan bentuk metatesisnya sama-sama terdapat dalam bahasa tersebut sebagai variasi.

3.2.5.6.    Fonem dan Grafem
Fonem adalah satuan bunyi bahasa terkecil yang fungsional atau dapat membedakan makna kata. Untuk menetapkan sebuah bunyi berstatus sebagai fonem atau bukan harus dicari pasangan minimalnya, berupa dua buah kata yang mirip, yang memiliki satu bunyi yang berbeda, sedangkan yang lain sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar